Lahirnya Kabupaten Mamasa


Perjalanan panjang terbentuknya Kabupaten Mamasa


Memasuki masa kemerdekaan RI, berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri NIT (Negara Indonesia Timur) pada tanggal 17 Juli 1949 No. BZ.2/1/17 di Mamasa diadakan serangkaian rapat yang diikuti para kepala distrik (Parengge’) dan tokoh-tokoh masyarakat se-Onderafdeling Boven Binuang en Pitu Ulunna Salu. Rapat ini menjajaki kemungkinan dibentuknya suatu New Swapraja untuk daerah tersebut.

Dalam suatu rapat akbar di Mamasa pada tanggal 7 Juni 1948, setelah melalui perdebatan alot dan cukup lama yang dipimpin langsung Residen Celebes dari Makassar pada saat itu, maka ditetapkan nama swapraja baru tersebut, yaitu Swapraja Kondosapata’ dengan ibu kotanya di Mamasa.

Pada tahun 1953 NIT (Negara Indonesia Timur) ternyata dibubarkan berdasarkan Undang-undang yang ditetapkan saat itu, maka Swapraja Kondosapata’ juga ikut bubar. Selanjutnya terbentuk Kewedanaan Mamasa yang periodenya berlangsung hingga tahun 1958. Pada masa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959, Kabupaten Daerah Tk. II Polewali Mamasa terbentuk. Seharusnya Kawedanaan Mamasa sudah menjadi daerah Tk. II Mamasa pada saat itu, setara dengan Kawedanaan Mamuju dan Kawedanaan Majene, yang masing-masing telah menjadi daerah Tingkat II (Kabupaten), namun kenyataannya Kawedanaan Mamasa digabung dengan Kawedanaan Polewali menjadi Kabupaten daerah Tk. II Polewali Mamasa, disingkat Kabupaten Pol-Mas. Hal ini terjadi karena pada masa perubahan status kawedanaan menjadi Kabupaten daerah Tingkat II pada tahun 1958, terjadi suatu masalah ke dalam antara Kawedanaan Mamasa dan Kawedanaan Polewali. Masalah ini memuncak pada tanggal 31 Agustus 1958, yaitu Kawedanaan Mamasa dikosongkan oleh petugas keamanan atas perintah atasannya di Polewali. Selain petugas keamanan, ikut pula pemerintahan sipil hijrah ke Polewali. Sejak saat itu hubungan Kawedanaan Polewali dan Kawedanaan Mamasa terputus total, baik lalu lintas maupun pemerintahan, terlebih komunikasi. Pada saat disahkan Undang-Undang No. 29 Tahun 1959, hubungan ke Mamasa masih terputus dan Kawedanaan Mamasa tidak memiliki pengetahuan tentang terbentuknya Kabupaten Polewali Mamasa. Hubungan Polewali dan Mamasa baru mulai terbuka kembali pada tahun 1961 ketika Bupati daerah Tk. II Polewali Mamasa yang pertama memerintah, yaitu Andi Hasan Mangga.
kampung baru, mamasa (sebelum kabupaten)

Pada tahun 1962 Masyarakat Eks Kawedanaan Mamasa kembali menuntut daerah Tingkt II Kabupaten Mamasa, namun ada banyak hambatan sehingga prosesnya berjalan lambat. Atas restu Bupati KDH Tk. II Polmas Abdullah Madjid, maka terbentuklah panitia penuntut Kabupaten Mamasa. Berdasarkan S.K. BKDH TK II Polmas Nomor 06/SK/ BP/1966 tertanggal 17 Mei 1966 dibentuk perwakilan Panitia Penuntut Kabupaten Daerah Tk. II Mamasa di Makassar dengan ketua Abd. Djabbar,
B.A., kemudian perwakilan di Jakarta di bawah pimpinan Urbanus Poly Bombong (Anggota DPR-GR di Jakarta mewakili Partai Kristen Indonesia dari Mamasa).

Selanjutnya, berdasarkan Surat Mandat Panitia Nomor 08/M/BP/66 tertanggal 9 Juli 1966 yang disetujui Bupati Kepala Daerah Tk. II Polmas, Kapten Infantri Abdullah Madjid, ditetapkan nama-nama delegasi yang akan berangkat ke tingkat pusat dalam rangka realisasi pembentukan Kabupaten Daerah Tk. II Mamasa sebagai berikut.

• D. Tandipuang sebagai ketua delegasi.
• D. Pualillin sebagai wakil ketua delegasi.
• J. Thumo’ sebagai anggota delegasi.
• M. Lullulangi’, B.A., sebagai anggota delegasi.
• Abd. Djabbar, B.A., sebagai anggota delegasi.
• F. Polopadang sebagai anggota delegasi.

Sebagai realisasi di tingkat pusat, Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri Basuki Rahmat, menjanjikan bahwa Pemerintah Pusat tetap memperhatikan tuntutan masyarakat Mamasa untuk membentuk Daerah Otonom Tk. II Mamasa dengan ibu kota Mamasa, sambil menunggu ketentuan lanjut, juga agar BKDH Tk. II Polmas membentuk perwakilan BKDH Polmas di Mamasa untuk persiapan pembentukan Kabupaten Daerah Tk. II Mamasa. Berdasarkan petunjuk Menteri Dalam Negeri RI, maka terbentuklah perwakilan BKDH Polmas di Mamasa dengan susunan personalia sebagai berikut:

• Tamajoe, Bupati Muda sebagai kepala perwakilan.
• S. Matasak, Penata Tatapraja sebagai anggota perwakilan.
• Paipinan, Penata Muda Tatapraja sebagai anggota perwakilan.

Selanjutnya berdasarkan SK BKDH Tk. II Polmas Nomor 71/PD/1968 tertanggal 18 Juli 1968, personalia perwakilan mengalami perubahan sebagai berikut.

• S. Matasak, penata tatapraja sebagai ketua perwakilan.
• Y. Depparinding, Penata Muda Tatapraja sebagai anggota perwakilan.
• B. Mangoli’, Penata Muda Tatapraja sebagai anggota perwakilan.
• Y, Puatipanna, Penata Muda Tatapraja sebagai anggota perwakilan.

Perwakilan BKDH Tk. II Polmas berlangsung hingga tahun 1971 dengan mengalami dua kali perubahan/pergantian personalia. Namun, dari tahun ke tahun tidak ada realisasi, kemudian vakum tanpa dibubarkan. Perjuangan yang sama muncul pada tahun 1987, melalui surat panitia penuntut daerah Tk.II Mamasa Nomor 08/Pn/II/88 tertanggal 19 April 1988 yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri RI, Ketua DPR RI, Gubernur KDH Tk. I Sulsel, Ketua DPRD Tk. I Sulsel, Bupati KDH Polmas,
Ketua DPRD Tk. II Polmas, dan tembusannya kepada para menteri Kabinet RI terkait, namun realisasinya tidak ada.
Masa reformasi kala itu membawa angin baik bagi Eks Kawedanaan Mamasa. Maka, pada awal tahun 1999, penuntutan Kabupaten Mamasa kembali menghangat dan akhirnya terealisasi pada tanggal 11 Maret 2002, yaitu Kabupaten Mamasa terbentuk bersamaan dengan peningkatan status Administratif Palopo menjadi Kota Palopo berdasarkan Undang-Undang
No. 11 tahun 2002 yang diundangkan di Jakarta tanggal 7 Mei 2002. Ketika Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden RI menandatangani Undang-Undang tersebut, bersamaan itu pula terbentuk 20 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia secara serempak dalam perjuangan yang sama.


Sumber:

Arianus Mandadung 2005. Keunikan Budaya Pitu Ulunna Salu Kondosapata Mamasa.
Rianly Dessiande : foto diunduh di Group Mamasa Tempo doeloe(MTD)

Komentar

Postingan Populer